Siapapun
tentu sepakat, bahwa pembangunan tahun 2015 s/d 2019 adalah
pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam
yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas, serta kemampuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam kondisi ini tidak ada pilihan lain bagi peningkatan penggunaan jaringan pita lebar (broadband) di tiga platform ini yang efeknya akan meningkatkan kedayagunaan dan ketepatgunaan proses dan hasil pembangunan.
Ini juga searah dengan fakta geografis bahwa konektivitas bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terkadang sulit diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur fisik, tetapi dimungkinkan melalui infrastruktur komunikasi maya, terutama jaringan koridor pita lebar (broadband).
Gambaran tersebut adalah kondisi ideal. Tetapi faktanya, Indonesia belum masuk ke dalam negara dalam kelompok yang digerakkan oleh efisiensi (efficiency-driven).
Penyebabnya karena teknologi informasi komunikasi (TIK) Indonesia belum secara optimal berkontribusi kepada peningkatan daya saing bangsa. Tingkat penetrasi internet dan fixed broadband termasuk yang relatif rendah di kawasan.
Infrastruktur TIK Indonesia saat ini belum berkontribusi secara optimal terhadap peningkatan daya saing nasional. Untuk itu, akselerasi pembangunan broadband sangat diperlukan.
Salah satu contoh yang belum tergarap optimal di Indonesia adalah ekonomi kreatif. Bahasa lain dari ekonomi kreatif bisa juga disebut industri budaya, industri kreatif, industri berbasis konten dan hak cipta -- tergantung paham yang dianut
Dalam kondisi ini tidak ada pilihan lain bagi peningkatan penggunaan jaringan pita lebar (broadband) di tiga platform ini yang efeknya akan meningkatkan kedayagunaan dan ketepatgunaan proses dan hasil pembangunan.
Ini juga searah dengan fakta geografis bahwa konektivitas bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terkadang sulit diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur fisik, tetapi dimungkinkan melalui infrastruktur komunikasi maya, terutama jaringan koridor pita lebar (broadband).
Gambaran tersebut adalah kondisi ideal. Tetapi faktanya, Indonesia belum masuk ke dalam negara dalam kelompok yang digerakkan oleh efisiensi (efficiency-driven).
Penyebabnya karena teknologi informasi komunikasi (TIK) Indonesia belum secara optimal berkontribusi kepada peningkatan daya saing bangsa. Tingkat penetrasi internet dan fixed broadband termasuk yang relatif rendah di kawasan.
Infrastruktur TIK Indonesia saat ini belum berkontribusi secara optimal terhadap peningkatan daya saing nasional. Untuk itu, akselerasi pembangunan broadband sangat diperlukan.
Salah satu contoh yang belum tergarap optimal di Indonesia adalah ekonomi kreatif. Bahasa lain dari ekonomi kreatif bisa juga disebut industri budaya, industri kreatif, industri berbasis konten dan hak cipta -- tergantung paham yang dianut
Ekonomi
kreatif dipopulerkan oleh seorang penulis dan manajer media
berkebangsaan Inggris, John Howkins, yang mengimplementasikannya ke
15 industri mulai dari seni hingga sains dan teknologi. Howkins
mengestimasi nilai dari ekonomi kreatif pada tahun 2000 saja sekitar
USD 2,2 triliun di seluruh dunia dan tumbuh sekitar 5 persen
pertahun.
Sayang jika Indonesia yang kaya dengan ragam budaya, flora, fona, krativitas dan seni, pengguna media sosial tinggi, belanja online selalu naik eksponensial dan pengguna internet tinggi tidak dimanfaatkan optimal dalam ekonomi kreatif agar supaya tidak tergantung pengaruh asing.
Kondisi buruk tersebut terjadi hanya karena infrastruktur ICT tidak merata, standar teknis inter operability tak ada, tingkat 'illeterasi TIK' masih tinggi, aplikasi & konten banyak dari luar, peranan pemerintah belum terlihat, pusat inkubasi/kreatif digital sedikit, dan promosi apps & konten tak masif.
Padahal opportunity sangat tinggi yang diindikasikan oleh adanya bonus demografi, TIK telah digunakan di mana-mana, menjamurnya startup yang tak butuh modal besar, marketing tak butuh biaya besar, open source sudah banyak, SDM TIK telah terbukti dapat bersaing, dan lebih penting lagi adalah keyakinan bahwasanya TIK adalah masa depan (future plan).
Jika tidak ada solusi, maka sejumlah hambatan akan terus berkembang seperti misalnya trust pada penggunaan masih rendah, lebih menyukai uang tunai, pembajakan dan pelanggaran HAKI makin marak, rendahnya koordinasi lintas sektoral, pemodal/industri dalam negeri masih rendah, dan Kominfo terlalu semua maunya fokus di diseminasi informasi, namun faktanya fungsi itu juga masih jauh dari harapan publik, jadinya menggantung.
Di tengah kendala tersebut tentu masih ada harapan bagi pemerintah, ysitu dengan meningkatkan pemerataan, keterjangkauan, kualitas serta kesediaan dan kesiapan infrastruktur TIK menuju ke broadband, cloud, big data, crowdsourcing, melalui pembangunan fasilitas TIK Gov (DC, IX, Akses), mendorong pembangunan infra ke seluruh Indonesia oleh swasta.
Selain itu juga menciptakan ekosistem yang sehat untuk tumbuh startup baru industri aplikasi dan konten digital dalam negeri melalui perlindungan HAKI, promosi pasar, dan pencarian pemodal.
Sayang jika Indonesia yang kaya dengan ragam budaya, flora, fona, krativitas dan seni, pengguna media sosial tinggi, belanja online selalu naik eksponensial dan pengguna internet tinggi tidak dimanfaatkan optimal dalam ekonomi kreatif agar supaya tidak tergantung pengaruh asing.
Kondisi buruk tersebut terjadi hanya karena infrastruktur ICT tidak merata, standar teknis inter operability tak ada, tingkat 'illeterasi TIK' masih tinggi, aplikasi & konten banyak dari luar, peranan pemerintah belum terlihat, pusat inkubasi/kreatif digital sedikit, dan promosi apps & konten tak masif.
Padahal opportunity sangat tinggi yang diindikasikan oleh adanya bonus demografi, TIK telah digunakan di mana-mana, menjamurnya startup yang tak butuh modal besar, marketing tak butuh biaya besar, open source sudah banyak, SDM TIK telah terbukti dapat bersaing, dan lebih penting lagi adalah keyakinan bahwasanya TIK adalah masa depan (future plan).
Jika tidak ada solusi, maka sejumlah hambatan akan terus berkembang seperti misalnya trust pada penggunaan masih rendah, lebih menyukai uang tunai, pembajakan dan pelanggaran HAKI makin marak, rendahnya koordinasi lintas sektoral, pemodal/industri dalam negeri masih rendah, dan Kominfo terlalu semua maunya fokus di diseminasi informasi, namun faktanya fungsi itu juga masih jauh dari harapan publik, jadinya menggantung.
Di tengah kendala tersebut tentu masih ada harapan bagi pemerintah, ysitu dengan meningkatkan pemerataan, keterjangkauan, kualitas serta kesediaan dan kesiapan infrastruktur TIK menuju ke broadband, cloud, big data, crowdsourcing, melalui pembangunan fasilitas TIK Gov (DC, IX, Akses), mendorong pembangunan infra ke seluruh Indonesia oleh swasta.
Selain itu juga menciptakan ekosistem yang sehat untuk tumbuh startup baru industri aplikasi dan konten digital dalam negeri melalui perlindungan HAKI, promosi pasar, dan pencarian pemodal.
Beberapa
pekerjaan rumah lainnya yang sangat mendesak yaitu mendukung
tumbuhnya UKM industri aplikasi dalam negeri dan konten digital
melalui bantuan pendanaan, insentif pajak, pusat inkubasi bisnis,
kantor bersama (co-working
space).
Selain itu mendorong terbentuknya industri baru melalui aplikasi TIK inisiatif pemerintah dengan membuat program TIK terkait pertanian, perdagangan, pemerintahan, budaya, kelautan, manajemen bencana, pertahanan keamanan.
Kemudian mencari dan mengembangkan inovator, bakat, SDM potensial di bidang aplikasi dan konten melalui perlombaan, kompetisi, konferensi, perhelatan dan lainnya untuk diajak kerjasama dan didukung, serta dibentukforum group discussion, dan menciptakan aplikasi ruang publik untuk dapat berpartisipasi, berkomunikasi, tukar informasi dan ide tanpa penghalang serta keterbukaan informasi dengan pemerintah sehingga tercipta citizen driven government.
Namun untuk mencapai harapan itu tentu harus terpenuhi sejumlah syaratnya di bidang infrastruktur, yaitu:
1. Fixed Broadband di sentra ekonomi & pemerintahan (FTTB), kompleks perumahan (FTTC & FTTH), puskesmas, rumah sakit, sekolah dan universitas.
2. Broadband seluler (3G/4G) di seluruh kota/kabupaten di Indonesia & perbatasan.
3. Repeater Broadband Seluler di seluruh gedung/kantor.
4. Wifi di pusat keramaian, pertokoan, ruang publik, taman, cafe, sarana transportasi darat dan laut dan sarana umum lainnya.
5. Backbone terabyte dari barat sampai timur sampai dgn kec. (Palapa Ring).
6. Jalur internasional baru langsung ke Guam (USA).
7. Data Center T-3, Cloud, Internet Exchange, DNS Nasional, Time Server, Gov Data Center, Gov Cloud, Gov Private Network, e-Gov, e-PPDR, CSIRTPusat Inkubasi TIK (selain Bandung & Yogya Digital Valley) di kota-kota besar.
8. Ruang Kerja Digital Bersama (Digital Co-worker Space) di kota besar
9. Pusat penelitian TIK dan pusat pelatihan TIK
Selain itu mendorong terbentuknya industri baru melalui aplikasi TIK inisiatif pemerintah dengan membuat program TIK terkait pertanian, perdagangan, pemerintahan, budaya, kelautan, manajemen bencana, pertahanan keamanan.
Kemudian mencari dan mengembangkan inovator, bakat, SDM potensial di bidang aplikasi dan konten melalui perlombaan, kompetisi, konferensi, perhelatan dan lainnya untuk diajak kerjasama dan didukung, serta dibentukforum group discussion, dan menciptakan aplikasi ruang publik untuk dapat berpartisipasi, berkomunikasi, tukar informasi dan ide tanpa penghalang serta keterbukaan informasi dengan pemerintah sehingga tercipta citizen driven government.
Namun untuk mencapai harapan itu tentu harus terpenuhi sejumlah syaratnya di bidang infrastruktur, yaitu:
1. Fixed Broadband di sentra ekonomi & pemerintahan (FTTB), kompleks perumahan (FTTC & FTTH), puskesmas, rumah sakit, sekolah dan universitas.
2. Broadband seluler (3G/4G) di seluruh kota/kabupaten di Indonesia & perbatasan.
3. Repeater Broadband Seluler di seluruh gedung/kantor.
4. Wifi di pusat keramaian, pertokoan, ruang publik, taman, cafe, sarana transportasi darat dan laut dan sarana umum lainnya.
5. Backbone terabyte dari barat sampai timur sampai dgn kec. (Palapa Ring).
6. Jalur internasional baru langsung ke Guam (USA).
7. Data Center T-3, Cloud, Internet Exchange, DNS Nasional, Time Server, Gov Data Center, Gov Cloud, Gov Private Network, e-Gov, e-PPDR, CSIRTPusat Inkubasi TIK (selain Bandung & Yogya Digital Valley) di kota-kota besar.
8. Ruang Kerja Digital Bersama (Digital Co-worker Space) di kota besar
9. Pusat penelitian TIK dan pusat pelatihan TIK
Sumber: Detik.com
Penulis,
Gatot S Dewa Broto merupakan Deputi V Bidang Harmonisasi dan
Kemitraan Kemenpora RI. Sebelumnya ia juga lama menjabat sebagai
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo RI.
No comments:
Post a Comment