PLIK NANGGULAN 2 - SHOWROOM PETANI & UMKM KULON PROGO

PLIK NANGGULAN 2 MELAYANI:INTERNET-SALES-SERVICE-TRAINING-CONTENT DEVELOPMENT-SHOWROOM PETANI DAN UMKM UNTUK JASA PELAYANAN HUBUNGI PLIK NANGGULAN 2 DESA BANYUROTO KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO DIY 55671-BERSAMA KITA MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

Friday 31 July 2015

Belajar dari Kisah Kiskenda-Sugriwa Subali

Gambar: Sugriwa Subali Dance-Kiskenda Cave Girimulyo Kulon Progo

Kisah ini adalah petikan salah satu versi dari sebuah kisah. Dan, kisah adalah menyangkut rasa, dan rasa melampaui logika. Yang penting dari sebuah kisah adalah bukan benar atau tidaknya sebuah kisah, akan tetapi apakah kita dapat menarik pelajaraan berharga dari kisah tersebut atau tidak?
Dalam cerita epik Ramayana, dikenal sebuah kerajaan yang rukun. Kerajaan ini bernama Kiskenda. Kemajuan dan kesejahteraan rakyat terlihat dari setiap dasawarsa kehidupan negeri yang dihuni kaum kera tersebut.
Namun, ada kalanya kehidupan itu silih berganti dari bahagia sampai kesedihan. Karena dinamika kita kenal sebagai determinis yang bukan saja absolut, tetapi juga statistik mempengaruhi perubahan struktur sosial.
Dalam wiracarita Ramayana, dikenal nama Subali, seorang Raja Wanara. Ia merupakan kakak dari Sugriwa. Dalam dunia pewayangan Jawa, Raja Subali dikenal sebagai seorang pendeta Wanara berdarah putih yang tinggal di puncak Gunung Sunyapringga.
Subali dan Sugriwa adalah sepasang Wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah putra Indra, sedangkan Sugriwa merupakan putra Surya. Sejak awal Subali sudah menjadi raja di Kerajaan Kiskenda. Sedangkan Sugriwa, adiknya sendiri, bertindak sebagai Senopati.
Subali sangat kuat dan sakti. Ia memiliki Aji Pancasunya, atau dalam kebudayaan Sunda kita kenal dengan sebutan Aji Pancasona. Kesaktian Aji Pancasona membuat Raja Subali tidak bisa mati. Sampai-sampai, ilmu kesaktiannya diwariskan kepada Rahwana.
Rahwana merupakan Raja Dasamuka dari Kerajaan Alengkadiraja yang juga musuh besar Rama. Singkatnya, perseteruan Rama dengan Rahwana bukan tanpa alasan. Kalau bukan istri tercinta Rama, Dewi Shinta yang diculik Rahwana saat di Hutan Dandaka, tak mungkin membuat hati Ksatria Pemanah ini membendu Raja Alengka.
Sri Rama dalam menjalani kehidupan, telah meninggalkan tahta kerajaan. Kemudian dalam perjalanannya juga kehilangan istrinya. Kehadiran Hanuman keponakan Sugriwa dan Subali menyampaikan peristiwa konflik antara Sugriwa dan Subali yang disebabkan perebutan tahta dan juga istri.


Hanoman begitu bertemu Sri Rama langsung patuh dan ikut ke mana pun Sri Rama pergi. Akan tetapi dia mohon bantuan Sri Rama untuk menyelesaikan konflik antara kedua pamannya. Politik bargaining yang dilakukan Anjaniputra dengan Sri Rama bukan tanpa alasan. Hanuman yang merupaan putra dari Dewi Anjani menginginkan, kedua pamannya Subali dan Sugriwa segera akur.
Atau paling tidak jika keduanya tidak bisa diakurkan dengan cara halus, dengan cara kasar pun boleh saja. Dengan syarat, yang benar dimenangkan tanpa menapikkan sebuah kearifan dari nilai-nilai kehidupan. Dalam perbincangan politik itu, Hanuman menjelaskan, Sugriwa pamannya yang diketahui sudah dizalimi Subali berjanji akan membantu Sri Rama menemukan Dewi Shinta dengan mengerahkan seluruh pasukan kera setelah selesai masalahnya dengan Subali.
Hanuman sudah mengetahui, bahwa pamannya yang paling muda lah yang patut ditolong. Karena silsilah kehidupan, semua hak Sugriwa direbut secara paksa oleh Subali selaku kakaknya yang berkuasa di Kiskenda. Ketika terjadi perselisihan antara kedua Wanara bersaudara itu, Sri Rama berada di pihak Sugriwa.
Sebelum konflik berkepanjangan dua bersaudara yang berujung kematian itu, diceritakan para dewa meminta bantuan Sugriwa dan Subali untuk melenyapkan raksasa bernama Mayawi.
Subali masuk ke dalam goa mereka dan berkata pada Sugriwa, bahwa apabila darah putih mengalir dari goa, maka dirinya telah mati dan pintu goa ditutup agar sang raksasa tidak bisa ke luar lagi.
Sugriwa mendengar suara raungan kakaknya dan melihat darah mengalir keluar gua. Sugriwa beranggapan bahwa Subali dan sang raksasa telah sama-sama mati, kemudian Sugriwa menutup goa dengan batu.
Sugriwa sedih dan mengira Subali telah tewas. Ia kemudian melapor kepada dewa dan mendapatkan hadiah istri, Dewi Tara. Sugriwa kembali ke Kiskenda dan didesak rakyatnya untuk menjadi raja baru menggantikan Subali.
Namun ternyata, Subali belum mati. Ia bisa keluar goa dan sedih melihat peristiwa yang terjadi kepada dirinya. Adalah pelayan Dewi Tara yang merupakan anak buah Rahwana yang memanas-manasinya, bahwa Dewi Tara sesungguhnya mencintai Subali dan sekarang telah menjadi istri Sugriwa.
Sang pelayan juga menghasut kebenciannya bahwa Sugriwa sengaja menutup goa agar dapat menjadi raja dan memperistri Dewi Tara serta sengaja ingin membunuh Subali. Subali pada akhirnya terkena hasutan dan berkelahi mengalahkan Sugriwa, merebut tahta dan Dewi Tara serta mengusir Sugriwa.
Kesalahfahaman, fitnah, sampai propaganda negatif ternyata sudah membutakan hati Subali. Tiba-tiba Subali muncul dengan penuh rasa marah. Ternyata yang tewas adalah Mayawi, bukan dirinya. Ia pun menghajar Sugriwa sedemikian rupa. Sugriwa yang ketakutan melarikan diri ke Gunung Reksyamuka, di mana Subali tidak berani mengejarnya.
Sugriwa bersembunyi di Gunung Reksyamuka ditemani Hanuman yang setia kepadanya. Hanuman berhasil mempertemukan Sugriwa dengan Sri Rama, seorang pangeran dari Ayodhya yang kehilangan istri karena diculik oleh Rahwana. Keduanya pun mengadakan kesepakatan. Rama akan membantu Sugriwa memperoleh kembali takhta Kiskenda, sedangkan Sugriwa berjanji akan membantu Rama menyerang negeri Rahwana.
Sesuai rencana, Sugriwa pun datang ke istana Kiskenda untuk menantang Subali bertanding. Subali yang marah hendak menghadapi Sugriwa, namun dicegah oleh Tara, istrinya. Tara mencurigai Sugriwa yang dulu pernah kalah tapi kini tiba-tiba berani datang untuk menantang bertarung. Namun Subali tidak menghiraukan nasihat istrinya itu.
Ia memilih keluar untuk melayani tantangan adiknya. Pertarungan antara Subali dan Sugriwa pun terjadi begitu sengit. Dari kejauhan, Rama yang ditemani adiknya, Laksmana, serta Hanuman, hendak membidikkan panah ke arah Subali. Namun ia merasa bingung membedakan kedua Wanara kembar tersebut. Sugriwa yang kewalahan memilih melarikan diri.
Rama datang menemui Sugriwa yang marah-marah karena merasa dikhianati. Rama mengaku bingung dan takut salah menyerang. Sugriwa pun dimintanya menantang Subali sekali lagi dengan mengenakan kalung untaian bunga sebagai penanda (dalam pewayangan Sugriwa diminta memakai kalung janur kuning).
Sugriwa kembali bertarung melawan Subali. Saat Sugriwa terdesak untuk yang kedua kalinya, Rama muncul dan melepaskan panahnya ke dada Subali. Subali pun roboh tak sempat menghindar. Subali yang sekarat dalam keadaan marah menghina Rama sebagai kesatria pengecut yang tidak tahu dharma.
Mendengar penghinaan itu, Rama menjelaskan bahwa Subali sebenarnya telah berdosa. Karena apabila masih suci, panah sakti milik Rama tidak akan mampu menembus kulitnya, bahkan senjata tersebut akan berbalik menyerang Rama.
Setelah mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Rama, Subali menyadari dosa-dosa dan kesalahannya kepada Sugriwa. Ia pun meminta maaf dan meminta agar Sugriwa merawat putranya yang bernama Anggada dengan baik. Subali juga merestui Sugriwa menjadi raja Kiskenda. Setelah itu, Subali akhirnya tewas di tangan pangeran dari Ayodhya tersebut.
Menurut versi pewayangan, meskipun Subali memiliki Aji Pancasona, namun saat itu ajalnya telah ditentukan oleh dewata. Oleh karena itu, ilmu tersebut sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana biasanya.
Terkait dengan janji Hanuman terhadap Sri Rama, Sugriwa mengerahkan seluruh pasukannya untuk mebantu Rama menyerang Alengka. Dalam pertempuran merebut Dewi Shinta dari tangan Rahwana, berhasil dimenangkan Rama. Rahwana gugur setelah anak panah Sri Rama menancap tepat di dadanya.
Istana Alengkadiraja porak poranda dalam pertarungan perebutan cinta, tahta dan harga diri tersebut. Akhirnya, Dewi Shinta kembali pada pelukan rama. Begitu juga, kondisi di Kiskenda kembali tabil pasca peralihan kepemimpinan dari Subali ke Sugriwa.
Ditilik dari teori, manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Dalam kata lain, manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sri Rama, dalam tugasnya menyelesaikan sengketa kekuasaan di Kerajaan Kiskenda, sukses menjadi pihak ketiga yang melakukan komunikasi efektif dengan kedua belah pihak yang berkonflik.
Konflik dua kera bersaudara ini ternyata memiliki alasan kuat. Manajemen konflik dari upaya kekeluargaan selalu ada pengkhianatan. Dimana, Subali dengan keangkuhannya tetap bersikukuh mengusir Sugriwa dari istana Kiskenda. Bahkan merebut Istri Sugriwa, Dewi Tara dan seluruh wewenang Sugriwa yang menjabat selaku Senopati Kiskenda.
Kisah perselisihan Subali dan Sugriwa, meski ini dilansir dari cerita epik, seyogianya bisa menjadi pencerah wawasan. Seharusnya kita belakar dari silsilah dan kronologis kisah perseteruan Kiskenda. Sebab, apakah tidak ada cara lain selain kematian dari salah satu kubu untuk mengakhiri konflik? Atau kah memang ada cara lain yang lebih arif, dengan menjunjung nilai kekeluargaan di atas panggung kehidupan.
Belajar dari Kiskenda, semoga menjadi intisari bermanfaat untuk kerukunan hidup antar sesama manusia.

Intisari dari ceritera tersebut menerangkan adanya ajaran moral kepada kita sebagaimana dijabarkan berikut ini.
1. Mahesasura, Lembusura dan Jatasura adalah lambang/gambaran kemaksiatan hidup duniawi sebagaimana tercermin dengan gambaran berbadan raksasa (artinya gambaran Hawa Nafsu), dan berkepala hewan (artinya gambaran perbuatannya dipimpin oleh nafsu Hewani).
1. Resi Subali melambangkan nafsu yang tidak terkendali, yaitu sama dengan Hawa Nafsu.
2. Kemaksiatan hidup duniawi dan Hawa Nafsu adalah serupa dan selalu hidup dan tidak pernah mati serta selalu menggoda iman manusia. Selama di dunia, Hawa Nafsu dan kemaksiatan dunia pasti selalu ada, oleh sebab itu manusia diberi kebebasan untuk memilihnya.
3. Resi Subali sebagai gambaran Hawa Nafsu; hawa nafsu itu pada hakekatnya masih dapat diatasi oleh manusia yang beriman, dalam kisah ini digambarkan Resi Subali masih berpihak pada Dewa.
4. Lain halnya dengan kemaksiatan duniawi (dilambangkan dengan Mahesasura, Lembusura dan Jatasura) itu tidak dapat dirubah, oleh sebab itu harus diberantas.
5. Cairan otak Mahesasura, Lembusura dan Jatasura oleh Sugriwa dikira darah Subali melambangkan bahwa antara Hawa Nafsu dan Kemaksiatan Duniawi itu adalah sewarna dan sulit sekali dibedakan.
6. Dengan nafsu membuahkan rasa puas, tetapi dengan hawa nafsu menjadikan rasa kenikmatan yang berakibat melupakan Kesadaran dan membawa manusia ke jurang dosa atau sukerta. Jadi Hawa nafsu dan kemaksiatan duniawi tidak akan dapat membuahkan kebahagiaan, yaitu kedamaian, kesejahteraan dan keadilan sebagaimana dilambangkan Dewi Tara.

Penulis
Dicky Zulkifly

No comments:

Post a Comment