PLIK NANGGULAN 2 - SHOWROOM PETANI & UMKM KULON PROGO

PLIK NANGGULAN 2 MELAYANI:INTERNET-SALES-SERVICE-TRAINING-CONTENT DEVELOPMENT-SHOWROOM PETANI DAN UMKM UNTUK JASA PELAYANAN HUBUNGI PLIK NANGGULAN 2 DESA BANYUROTO KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO DIY 55671-BERSAMA KITA MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

Sunday 22 December 2013

SEJARAH HARI IBU BERAWAL DARI YOGYAKARTA


Matahari di langit Yogyakarta belum juga tinggi. Namun dengan penuh semangat, perempuan-perempuan itu bergegas masuk dalam ruang kongres. Nampak di sana, Soejatin, Nyi Hajar Dewantara, Ny. Soekonto, dan masih banyak lagi. Sebagian besar masih berusia muda.

Wajah mereka sedikit tegang. Karena di luar sana, polisi dan agen rahasia pemerintah Kolonial Belanda terus berkeliaran. Mencari informasi, menangkap orang-orang yang berpeluang jadi ancaman.



Meski pihak panitia sudah memberi kabar, kongres yang mereka gelar memiliki dukungan legalitas dari pemerintah kolonial. Namun kekhawatiran tetap terasa. Maklum, sejak kongres pemuda digelar dan melahirkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, pemerintah kolonial terkesan lebih waspada. Karena Sumpah Pemuda, tak hanya meninggalkan rasa malu yang luar biasa. Tapi juga segudang ketakutan. Karena bagi mereka, tak ada ancaman yang lebih hebat selain kesadaran menjadi bangsa yang merdeka.

Namun hari itu, Kongres Perempuan Indonesia Pertama tetap digelar. Wanita-wanita pejuang yang datang dari 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera, tetap serius mengikuti kongres sepanjang 22-25 Desember 1928. Dengan sungguh-sungguh, para wanita tangguh ini membicarakan agenda persatuan perempuan nusantara.

Mereka juga membicarakan peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, peran dalam berbagai aspek pembangunan, perbaikan gizi, bahkan kesehatan ibu dan balita. Selain itu, isu kesetaraan gender juga jadi bahan pembicaraan serius selama kongres. Sampai akhirnya, ditetapkan beberapa keputusan strategis, diantaranya, mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan. Lalu, kongres juga memtuskan pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan), diadakan peraturan yang memberikan tunjangan pada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia, dan masih banyak lagi.

Tujuh tahun kemudian, dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia II. Dalam kongres kali ini, dibentuklah BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf). Dan tak lama kemudian, tahun 1938, digelar Kongres Perempuan Indonesia III. Dalam kongres ini, muncul gagasan penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Pengukuhan Hari Ibu sendiri secara resmi baru dilakukan setelah Indonesia merdeka. Lewat salah satu dekritnya, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu. Sementara catatan lain menyebut, saat itu Bung Karno menetapkan 22 Desember sebagai hari Kebangkitan Perempuan Indonesia dalam Politik. Penetapan ini dilakukan sebagai penghormatan pada semangat para wanita yang turut berperan dalam perjuangan merebut kemerdekaan, sekaligus jadi pilar penting keluarga Indonesia.

Soekarno yang dikenal sanghat mencintai ibunya, sangat memahami bahwa peran ibu di masa perjuangan memiliki dua makna istimewa. Mereka tak hanya jadi konco wingking, tapi justru bahu membahu berlaga di medan perang. Mulai dari peran sebagai tukang masak di dapur, di rumah sakit, hingga ikut angkat senjata melawan penjajah. Di sisi lain, perempuan adalah ibu bagi anak-anaknya. Di tangan seorang ibu, anak mendapat perawatan dengan penuh kasih sayang, hingga kelak dewasa.

Sumber: AyoGitaBisa.com

1 comment: